Ramadhan memang sudah datang. Ini sudah hari yang ke 12. Nggak terasa sebentar lagi mudik lebaran. Ramadhan memang sudah datang. Bahkan sudah sekian puluh kali datang Tapi aku tidak pernah tahu apakah aku sudah mengenalnya dengan baik. Aku tahu kalau yang dapat barokahnya Ramadhan adalah mereka yang senang menyambut datangnya Ramadhan. Dan aku ragu apakah aku senang menyambut kedatangannya atau terpaksa harus senang ? Kalau aku senang mestinya aku mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kedatanganya. Kalau aku senang harusnya aku selalu bergegas memenuhi panggilanMU. Kalau aku senang mestinya aku menikmati setiap detik waktumu. Kalau aku senang .. mestinya aku menangis saat kau tinggal pergi. Tapi aku merasa biasa-biasa saja. Dan tahun ini aku lebih dibuat sibuk dengan angka-angka target bisnis. Teorinya aku bisa membagi saat sibuk di kantor dan saat sibuk berramadhan di masjid. Tapi prakteknya fisikku bisa hadir di masjid tapi pikiranku tetap di kantor. Mataku menatap ayat-ayat Alquran tapi pikiranku penuh dengan angka-angka bisnis. Tahu tahu imsak, tau tau adzan dhuhur ashar maghrib. Saat betbuka pun kering sekali . Gak ada getaran seperti doa yang diajarkan saat berbuka ” Ya Allah .. hanya karena dan untukMU aku berbuka … telah basah. kerongkonganku … Edisi di atas kereta Jakarta
Aku ingin bermesraan denganMU
Sejumlah teori sdh aku dapatkan. Sekian ratus tausyiah sudah aku dengarkan. Sekisn puluh kitab pun sdh aku khatamkan. Tentang siapa diriMU. Tentang apa yang Engkau suka dan Engkau benci. Tentang sifat2MU. Cukuplah aku mengenalMU, pikirku. Engkau Maha Kaya karena Engkaulah pemilik alam semesta. Engkau Maha Perkasa. Tdk ada jagoan dunia yg mampu mengalahkanMU. Engkau Maha Kasih. Tak mampu kami menghitung nikmatMU. Engkau Maha Melihat, Maha Mendengar dan Maha Mengetahui yang lahir maupun batin, yang dulu maupun yang nanti, yang nampak maupun yg tersembunyi. Tapi aku belum merasakan kehadiranMU. Engkau terasa jauh di atas sana. Aku merasa blm bisa bermesraan dg MU. Aku belum merasa memilikiMU. Aku lebih takut siksaMU dari pada kasihMU. Padahal kasihMU meliputi segalanya termaduk siksaMU. Aku lebih melihat sorgaMU di akhirat nanti daripada sorgaMU di dunia ini. Aku masih saja khawatir tidak kebagian rizki walau aku tahu Engkau Maha Kaya. Aku masih sedih dan kecewa kalau keinginanku tidak tercapai walaupun Engkau sudah bilang yang baik menurutku belum tentu baik menurutMU. Pun begitu juga yang buruk bagiku belum tentu buruk menurutMU. Aku masih marah dicela orang lain . So aku mengenalMU hanya sebatas kertas administrasi di atas kitab. Blm menembus ke jantung hatiku. Aku hanya ingin mengatakan kepadaMU.
Berkubang rasa khawatir
Maha Suci Engkau yaa Allah .. yg telah menginstall rasa khawatir dalam diri kami. Maha Suci Engkau dari kesalahan dalam mencipta makhlukMU ini. Kami yakin .. PASTI ..ada hikmah dibalik rasa khawatir yg Engkau tanamkan dalam diri kami. Dari situlah keimanan kami diuji. Utk menseleksi dan membuktikan iman kami .. siapa di antara kami yg layak dan pantas mendapatkan rahmatMU untuk menghuni sorgaMU. Islam adalah agama penyerahan total atas kehendakMU. Lalu Engkau install pula rasa khawatir ini sebagai batu ujian menuju kepasrahan total diri kami kepada kehendakMU. Hati kami bergolak .. berontak .. merasakan pertempuran antara rasa khawatir ini dengan keinginan menyerahkan total diri ini atas takdirMU. Maafkan kami kalau rasa khawatir ini seringkali masih mengalahkan rasa pasrah kami kepada takdirMU. Rasa khawatir ini masih memporakporandakan khusyu’nya sholat kami. Bahkan merusak niat suci kami. Rasa khawatir ini telah membutakan pikiran kami akan masa depan kami. Kami khawatir dengan rizki kami. Kami khawator dengan masa depan anak-anak kami. Kami mengkhawatirkan karir dan jabatan kami. Kami khawatir denganturunnya omzet dan rupiah perdagangan kami. Kami khawatir dengan lepasnya kekuasaan kami. Kami khawatir dengan pudarnya popularitas kami. Kami terpuruk mengkhawatirkan bagian dunia kami. Namun di sisi lain kami lalai mengkhawatirkan akhirat kami. Kami tenang-tenang
Bahagia Nggak Perlu Alasan
Ternyata untuk bahagia tidak memerlukan alasan. Aku nggak tahu kenapa dari bangun tidur tadi pagi sampai siang ini, aku merasa bahagia. Padahal hari ini ya sama dengan hari-hari kemaren. Bangun jam 4 pagi, mandi, sholat fajar, pergi ke mushola untuk sholat subuh, bangunin anak untuk persiapan berangkat sekolah. Dan seperti biasa jam 5.30 bersama anak-anak sudah keluar rumah untuk berangkat ke kantor sambil ngedrop anak ke sekolah. Anak-anak yang biasanya agak susah dibangunin, langsung bangun dan bergegas ke kamar mandi. Bahkan anakku yang paling bontot pun ikut-ikutan sibuk bangun pagi Makan pagi yang merupakan acara paling susah bagi anak-anakku, pagi ini mereka begitu lahap. Mungkin karena bukan makan nasi, tapi makan donat madu yang aku beli semalem. Kondisi jalan sudah rame, padat merayap dan tidak begitu ramah untuk pemakai jalan. Suara klakson bersahut-sahutan. Bahkan ada yang ngomel dan marah-marah. Angkot yang berhenti sembarang tempat, sepeda motor yang saling salib dari kiri dan kanan mobil, riuh tumpah di jalanan. Banyak alasan untuk marah dan uring-uringan. Tapi kenapa hari ini aku enjoy saja. Yang mau nyalib, yang mau nyrobot antrian, yang tiba-tiba motong jalan mau nyeberang aku persilahkan dengan ikhlas. Begitu juga suasana di kantor. Pending pekerjaan yang menumpuk, dimarahin atasan, diomelin
Panggung Kehidupan
Ibarat menjalankan sebuah adegan film, maka cara terbaik para artis dan aktor nya adalah sebagus mungkin memerankan peran yg diberikan oleh sutradara. Peran apapun akan dilakokni dg penuh penghayatan. Mau berperan jadi orang kaya maupun orang miskin, seorang artis profesional akan menjalankan peran terbaiknya. Tujuannya hanya satu agar sutradara puas dengan aktingnya sehingga sering mendapatkan job main dan otomatis popularitasnya naik dan pendapatannya pun naik pula. Dia tdk memprotes peran apapun yg diberikan oleh sutradara. Bahkan dia mampu memainkan peran-peran antagonis sekalipun. Saat dia berperan sebagai orang miskin, sama sekali dia tidak iri dengan artis lain yg diberikan peran sbg orang kaya. Intinya dia sangat menghayati perannya. Begitu juga dengan panggung kehidupan. Sejatinya kita juga menjadi hamba Allah yang total dan profesional. Fokusnya hanya satu yaitu bagaimana membuat Sang Maha Sutradara puas dengan peran yang kita jalani. Karena hanya dengan membuat puas Sang Maha Sutradara hidupnya akan bahagia. Untuk urusan rezeki dia tidak khawatir karena dia sangat tahu bahwa Sang Maha Sutradara juga Maha Kuasa dan Maha Kaya. Untuk urusan sakit dia yakin bahwa Sang Maha Sutradara itu Maha Menyembuhkan. Untuk semua urusannya diserahkan sepenuhnya kepada Sang Maha Sutradara karena dia yakin sang Maha Sutradara itu Maha Segalanya. Selama ini
Matematika Kehidupan
“ Kalau kamu pingin beli rumah seharga Rp. 100 juta, terus setiap bulan bisa menabung Rp. 10 juta setiap bulan, kapan kamu bisa beli rumah tersebut ? “ tanya ustadz Yusuf mansur dalam suatu kesempatan tausyiah. Serempak jamaahnya menjawab “ 10 bulan lagi pak Ustadz !!!”. “Salah !! Gimana sih kalian menghitungnya ? Coba hitung lagi lebih teliti ..” Jawab sang ustadz. Jamaah pun bingung, saling berpandangan. Kayaknya semua sepakat kalau Rp. 100 juta dibagi Rp. 10 juta ketemua 10. Artinya selama 10 bulan menabung Rp. 10 juta maka ketemua Rp. 100 juta pada bulan ke 10. Keliru soalnya kalee … “ Bagaimana ? Sudah ketemu jawabnya yang benar ? “ Tanya Ustadz lagi. Hadirin makin bengong. Nggak tahu jawabnya. Pak Ustadz pun menyadari kebingungan jamaahnya. “ Mari kita hitung dengan cermat. Setiap bulan kamu menabung Rp. 10 juta dan rencananya sampai bulan ke 10 terkumpul Rp. 100 juta. Tapi pada bulan kedua anak kau sakit dan harus dirawat di rumah sakit memerlukan biaya Rp. 3 juta. Bulan ke 7, mertuamu datang, mau pinjam uang Rp. 25 juta dan kamu tidak enak menolaknya”. Jadi bulan ke 10 baru terkumpul Rp. 72 juta. Perlu tambahan 3 bulan lagi. Nah 3 bulan
Pak Tua dan Kartu Gaple
Malam ini sebenarnya aku berencana lembur sampai malam. Namun aku harus buru-buru pulang kantor. Istriku telpon tetangga sebelah meninggal dunia. Sebagai tetangga yang baik, aku ingin segera melayat dan membantu proses perawatan jenazahnya. Tidak menyangka, kemaren baru ketemu dan bersenda gurau, malam ini dipanggil Yang Maha Kuasa. Memang untuk mati tidak harus sakit atau menua dulu. Bayi yang belum lahir pun bisa dipanggil malaikat Izroil dulu. Kematian pasti datang, namun Allah berkenan merahasiakan kapan dan dimana. Bersyukurlah, kematian itu dirahasiakan. Coba kalau kematian kita sudah ditentukan dimana, dengan cara apa, tanggal sekian, bulan sekian, tahun sekian. Bisa kacau hidup kita. Kalau waktunya masih lama, kita mungkin memilih untuk berfoya-foya dulu. Namun mendekati tanggal kematian, pasti hidup kita sudah tidak nyaman lagi. Bagaimana kalau kita tahu bahwa kematian kita karena dibunuh misalnya. Bagaimana kalau kita tahu kita akan mati di tengah hutan. Alhamdulillah kita tidak diberikan pengetahuan tentang kapan, dimana dan dengan cara apa kita mati. Sampai di rumah, mobil langsung aku parkir di garasi. Istrirahat sebentar langsung pergi melayat. Di ujung jalan masuk, aku ketemu dengan Bapak-bapak Tua yang sedang asyik main gaple di gardu ronda. Seolah berita kematian tetanggaku tidak berpengaruh terhadap keasyikan mereka bermain gaple. Seolah kematian hanyalah
Autopilot dalam Hati Yang Mengalir
Hati yang mengalir selalu berusaha memperbaiki diri untuk menuju hati yang lebih tawakkal dengan totalitas kepasrahan kepadaNYA. Tidak ada lagi kekhawatiran dan kecemasan menghadapi masa depan. Pun dia tidak terbelenggu dengan masa silamnya. Dengan totalitas kepasrahannya, hati yang mengalir memahami dan meyakini bahwa setiap kejadian di dunia ini terjadi atas kehendakNYA. Bahkan tarikan nafas dan denyut jantungnya pun terjadi atas ijinNYA. Baginya, ibarat naik pesawat, urusan dunia berjalan secara autopilot. Dia yakin seyakin-yakinnya, rizki sudah diatur. Kalau toh dia harus bekerja keras, itu adalah dalam rangka memenuhi perintahNYA. Namun dia sama sekali tidak menisbahkan atau menggantungkan atas hasil yang diperoleh adalah akibat dari kerja kerasnya. Pemahaman teologi seperti inilah motivasi terbesar dia bekerja. Dengan pemahaman tersebut, kerja kerasnya tidak akan kendur, apapun hasilnya. Tidak tergantung apakah ada atau tidak atasan yang mengawasinya. Karena pengawas yang diyakininya adalah pengawas dari semua pengawas, Allah Azza wajalla. Autopilot dalam segala hal duniawi, baik soal rizki, masa depan bahkan kematian. Yang menjadi fokus kesehariannya adalah mensyukuri atas nikmatNYA dan segera beristighfar atas kesalahan dan dosanya. Hati yang mengalir selalu menyimpan rasa galau dan khawatir kalau ada perkataan, perbuatan, kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya membuat Allah murka. Walaupun di sisi ruang hati yang lain, dia
Rindu Berbagi
Berbagi itu menyehatkan. Berbagi itu mencerahkan. Berbagi itu berpahala. Apalagi untuk hati yang mengalir. Hatinya akan terus mengalir dan aliran hatinya harus menemukan tempat untuk berbagi. Dia akan mencari tempat-tempat yang nyaman untuk berbagi. Tidak sembarangan tempat dan waktu, dia akan berbagi. Karena kepincut dan tergoda oleh sebuah blog keroyokan yang sedang digemari para aktivis dunia tulis menulis, hati ini akhirnya selingkuh dan meninggalkan blog kesayangannya ini. Nggak terasa, hampir 3 tahun hati ini meninggalkan rumahnya yang sejati. Sebuah rumah maya yang dibangun sebagai tempat merenung dan meditasi. Sebuah bangunan luhur yang digadang-gadang sebagai panggung untuk mengalirkan semua lintasan hati. Dulu hati ini berharap, dengan ikut menghuni rumah keroyokan, di dalamnya akan ditemukan tepuk tangan dan decak kagum. Namun semakin direnungkan, semakin lama tinggal, semakin terasa bahwa rumah keroyokan ini dikuasai oleh para iblis dan setan. Iblis dan setan itu pasti akan mengajak hati ini untuk berbantah-bantahan, berbicara mesum dan fasik. Sedangkan hati yang mengalir adalah hati yang lebih suka suasana sepi, lebih suka menghindar berbicara dengan caci maki, hujatan dan umpatan. Hati yang mengalir lebih nyaman dan terbiasa bermuhasabah, merenung dan instruspeksi ke dalam. Dia tidak terbiasa mencela, menyebarkan kebencian dan memvonis pihak-pihak yang berseberangan. Kini, tiba-tiba hati ini
Menikmati kehidupan dalam kata
Perjalanan ke dalam hati sering kali tidak bisa terucapkan. Hiruk pikuk di luar sana sering kali hanya bisa dinikmati dengan bahasa hati yang diam. Bahasa yang hanya bisa dirasakan. Kosa kata dan pengalaman hati memang sangat terbatas aku miliki. Jadilah hati ini menikmati kehidupan dengan cara diam. Karena tidak tahu kata dan susunan kalimat mana yang bisa mewakili bahasa hati. Para Pujangga dan ahli bijak saat menuturkan untaian kata, terasa sejuk dan nyambung di hati. Betapa pandainya mereka mengungkap rasa di hati dengan pilihan-pilihan kata dan susunan kalimat yang menyentuh. Di dalam tulisannya ada kehidupan. Kehidupan yang sunyi namun penuh makna. Aku pun ingin hidup di dalamnya. Hati ini tak terduga dalamnya. Tak terukur lebar dan luasnya. Rumah yang mewah dan luas bisa menjadi sempit di mata sang hati yang rakus. Sebaliknya rumah yang kecil dan sederhana bisa terasa luas jika dihuni oleh sang hati yang bersih dan dipenuhi rasa syukur. Luas dan sempitnya dunia ini hanya tergantung dari luas dan sempitnya hati. Waktu yang panjang pun bisa jadi pendek di mata sang hati khususnya bila sang hati sedang bercengkerama dengan Dzat Yang Membolak-balikkan Hati. Pun sebaliknya waktu yang pendek bisa menjadi panjang saat hati ini dipenuhi dengan Hatiku bisa